Adalah Tan Linggo Sapto, lelaki paruh
baya yang menjadi salah satu saksi hidup perkembangan kota Lama Semarang saat
itu. Awalnya Kota Lama Semarang ramai oleh orang-orang yang lalu lalang. Keberadaannya
begitu terkenal karena banyak kantor pemerintahan maupun swasta. Selain itu,
keberadaan kota Lama sebagai pusat perdagangan era abad 19-20, menyisakan
banyak pertokoan. Namun itu hanya berlangsung hingga tahun 1985.
“Tidak ada hujan, tidak ada angin, akhirnya tahun ’85 itu
banyak yang meninggalkan kota lama”, cerita Tan Linggo Sapto dengan kening
berkerut.
Keramaian yang dulu itu berganti menjadi keramaian hitam. Banyak tempat-tempat yang ditinggalkan orang-orang. Tempat-tempat ini menjadi sarang dunia hitam. Hal itu ditandai dengan
banyaknya pemulung, PSK (pekerja Seks Komersial) dan banyaknya tindak kejahatan
yang terjadi di kawasan ini. Keadaan ini berlangsung sejak tahun 1985 hingga
2013, yang menyebabkan orang-orang merasa takut untuk beraktifitas di kawasan
Kota Lama.
Tahun 2013, Tan Linggo diajak oleh pengurus BPK2L (Badan
Pengelola Kawasan Kota Lama) Semarang, untuk bersama-sama mengembalikan
kejayaan Kota Lama. Mereka berswadaya untuk memperbaiki kembali kawasan itu. Tempat-tempat
yang gelap kembali dipasangi lampu. Walaupun lampu-lampu itu tidak bertahan
lama karena dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
“Jadi hari ini dipasang lampu, ya besoknya dipecahkan. Penghuninya
kan penghuni gelap, mungkin mereka gak
suka yang terang,” ungkapnya sambil tertawa.
Namun, perubahan yang terjadi setelah itu hingga sekarang, membuat Kota Lama seolah lahir kembali. Banyak orang-orang yang datang kesini untuk menikmati kawasan yang terkenal dengan sebutan Little Netherland. (GEN)